Selasa, 23 Agustus 2011

SEJARAH SINGKAT LAWANA DATU BOTTO (asal usul nama soppeng riaja)

KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah SWT, atas segala limpahan Rahmat, karunia dan Hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan Sejarah Singkat “Lawana, Datu Botto” Tak lupa Shalawat kami kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasul pembawa petunjuk hidup kepada ummat manusia , sekaligus pembawa rahmat bagi alam semesta.
Dalam tulisan ini kami uraikan secara singkat asal usul dan bagaimana peran dari “Lawana, Datu Botto “ serta hubungannya dengan kerajaan-kerajaan di Sulawesi selatan khususnya kerajaan Luwu, Soppeng, Sidenreng, Palanro, dan kerajaan lainnya. Kami menyadari dalam tulisan ini masih banyak kekurangan , hal ini disebabkan keterbatasan data, namun kami akan terus berusaha dan berupaya untuk memperbaiki kekurangan itu,untuk itu masukan ataupun kritik sangat kami harapkan demi kesempurnaan tulisan ini.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya kami haturkan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tulisan ini, baik moril maupun materil. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang jauh melebihi dari apa yang telah diberikan pada kami. A M I I N.



Penulis















DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………………………………….. 1

B. Tujuan Penulisan .………………………………………………………………. 2


BAB II SEJARAH SINGKAT LAWANA, DATU BOTTO

A. Asal usul Lawana, Datu Botto …………………………………………………. 3
B. Masa pemerintahan Lawana, Datu Botto di Kerajaan Botto ( Soppeng ) ……….. 4
C. Masa Pemerintahan Lawana, Datu Botto di Batupute ( Soppeng Riaja ) ………… 4

BAB III HUBUNGAN DENGAN KERAJAAN – KERAJAAN SEKITARNYA

A. Luwu ……………………………………………………………………………. 6
B. Soppeng …………………………………………………………………………. 6
C. Wajo …………………………………………………………………………….. 6
D. Batupute ( Soppeng Riaja ), Palanro dan Sidenreng ……………………………. 7

BAB IV KESIMPULAN ……………………………………………………………….. 8

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Telah lama kami berkeinginan menulis sejarah tentang La Wana, Datu Botto yang lengkap dan menyeluruh. Keinginan timbul karena kami sadar bahwa masih banyak sumber – sumber sejarah khususnya sejarah lokal daerah Sulawesi Selatan yang belum diselidiki serta diungkapkan oleh para ahli dan belum dirangkai dalam kaitan sejarah secara kesatuan dan menyeluruh. Sejarah tentang La Wana, Datu Botto kami coba ungkap secara wajar tanpa memutar balikkan fakta, walaupun secara singkat kiranya dapat memberi mamfaat untuk pembinaan generasi kini dan generasi yang akan datang, khususnya bagi keturunan Beliau yang tersebar di berbagai daerah di Sulawesi Selatan bahkan diluar Sulawesi Selatan dan bagi masyarakat pada umumnya. Sebab Sejarah adalah guru kehidupan, dari sejarah kita belajar memahami perkembangan masyarakat dan kemanusiaan di masa lampau dengan segala dinamikanya.
Penulisan sejarah pada umumnya dan khususnya sejarah lokal pada dasarnya adalah bagian dari kesadaran sejarah kita. Dalam hubungan dengan pengertian ini, kesadaran sejarah diartikan sebagai pandangan atau konsep tentang sejarah dan dunia, sikap harga diri dan motivasi untuk menentukan arah dan perjalanan sejarah ke masa depan. Kesadaran itu mendorong kegiatan untuk melakukan penelitian dan penulisan sejarah karena muncul kesadaran untuk menempatkan diri terlibat dan turut bertanggung jawab baik dalam pembuatan sejarah maupun dalam penulisan sejarah.
Rasa tanggung jawab itu mendorong bukan saja usaha untuk melakukan penelitian dan penulisan saja tetapi juga keinginan untuk melakukan percakapan dengan informasi kelampauan untuk menyimak makna yang dikandungnya. Tindakan tersebut didasarkan pada kesadaran bahwa sejarah merupakan penuntun kita mengatasi kabut kegelapan, menuntun kita untuk memahami kekinian, menuntun kita mengenal dan mengerti diri sendiri dalam kerangka waktu, dan kesadaran bahwa segala sesuatu yang terjadi dan yang tampak merupakan proses yang dialami dalam perjalanan waktu. Hubungan dan percakapan yang dilakukan menghasilkan ulasan, tafsiran, dan penjelasan mengenai masa lampau.

B. Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk mengulas kembali peranan La Wana, Datu Botto sebagai bagian dari sejarah masa lampau, Dan diharapkan dapat memperkaya sejarah Nasional. Dengan sendirinya tujuan penulisan ini adalah :
1. Menambah khasanah penulisan sejarah nasional khususnya sejarah daerah Kabupaten Barru, Soppeng dan daerah lainnya di Sulawesi Selatan.
2. Menumbuhkan nilai-nilai kearifan lokal, khususnya mengangkat peranan La Wana, Datu Botto sebagai bagian dari sejarah Kerajaan Botto Kabupaten Soppeng dan pernah memegang tampuk pemerintahan di Batu Pute Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru.
3. Menumbuhkan kesadaran dikalangan birokrasi dan masyarakat pada umumnya bahwa di Kabupaten Barru dan Kabupaten Soppeng pernah terbentuk suatu Kerajaan dan merupakan kerajaan yang mempunyai hubungan Passiajingeng (kekerabatan) dengan kerajaan-kerajaan bugis lainnya seperti Kerajaan Luwu, Addatuang Sidenreng dan kerajaan-kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan.
4. Dapat menghasilkan karya-karya dalam bentuk ilmiah yang dapat dikenang sepanjang masa khususnya dalam mengenal pelaku-pelaku sejarah yang sarat system politik tradisional dan nilai-nilai budaya.

BAB II
SEJARAH SINGKAT LA WANA, DATU BOTTO

A. Asal Usul La Wana Datu Botto
La Wana, Datu Botto adalah cicit dari Tenri Leleang Pajung Luwu XXI / XXIII dari perkawinannya dengan Mallarangeng, Datu Lompulle, Datu Marioriawa. Dari perkawinan Tenri Leleang dengan Mallarangeng, mereka dikaruniai 7 (tujuh) orang putra, antara lain :
1. Batari Toja Iwakkang Dg. Matanang, Datu Bakke. Yang kawin dengan La Tenri Peppang Dg. Paliweng, Pajung Luwu XXIV.
2. Tenri Pada Dg. Maleleng kawin dengan Arung Jampue.
3. Patimang Menyara Asi Matinroe ri Segeri kawin dengan Karaeng Sumena.
4. I Penangngareng, Datu Marioriwawo kawin dengan La Sunra, Datu Lamuru.
5. La Tenri Sessu Opu Cenning, Arung Pancana menikahi I Pada Petta Punna Bolae, Petta ri Silaja. Selain itu juga beristrikan Tenri Lawa Besse Peampo, Arung Bonto Use.
6. La Manrulu To Kali ( Maggalatung To Kali ), Datu Lompulle menikahi Yabeng, Datu Mario Attang Salo.
7. Maddusila, Karaeng Tanete menikahi I Saenong, Datu Citta.
Dari ke tujuh putra - putri Tenri Leleang tersebut di atas salah satunya adalah I Penangngareng, Datu Marioriwawo yang kawin dengan La Sunra, Datu Lamuru yang juga merupakan kakek dan nenek dari La Wana, Datu Botto. Dari perkawinannya I Penangngareng, Datu Marioriwawo dengan La Sunra, Datu Lamuru dikaruniai beberapa orang putra, diantaranya :
1. La Tenri, Datu Botto
2. Mappaware, Datu Lamuru
3. Mauraga Dg. Maliunga, Datu Marioriwawo
4. La Potto Bune Petta Janggo Pute, Datu Ri Bakke matinroe ri Anakketeng.
5. La Makkawaru, Arung Atakka.
La Tenri, Datu Botto menikahi Patimang Dg. Baji, Arung Batu Pute putri dari La Wawo, Addatuang Sidenreng XIII dan lahirlah tiga orang putra diantaranya La Wana, Datu Botto.
B. Masa Pemerintahan La Wana, Datu Botto di Kerajaan Botto, Soppeng
La Wana, Datu Botto memerintah di Kerajaan Botto, Soppeng yang diwariskan oleh ayahandanya La Tenri, Datu Botto sekitar tahun 1825 M – 1840 M. Dalam masa pemerintahannya itu peperangan antara Bone dan Gowa masih berlangsung. Soppeng pada masa itu adalah merupakan sekutu dari Kerajaan Bone sehingga mau tidak mau kerajaan-kerajaan yang termasuk kerajaan lili atau bagian dari kerajaan Bone harus ikut berperang melawan Kerajaan Gowa.
Pada saat itu La Wana, Datu Botto kurang setuju atau menentang peperangan itu karena akibat dari peperangan tersebut rakyat yang tidak berdosa menjadi korban dan hanya akan memberikan kerugian dikedua belah pihak.
Pada masa pemerintahannya di Kerajaan Botto, Soppeng, beliau menikahi I Tungke, Datu Marioriwawo puteri dari Rumpang Mega,Datu Lamuru dengan Isterinya Pancaitana, Arung Akkampeng dan dikaruniai beberapa putra diantaranya Abdul Gani Baso Batu Pute, Datu Soppeng XXXIV, Walinono,Datu Botto dan Tenri Leleang Besse Mario, Arung Akkampeng. Walinono menggantikan La Wana memerintah di Kerajaan Botto dengan gelar “Walinono, Datu Botto”, dan selanjutnya digantikan oleh putranya La Wawo, Datu Botto.
La Wana, Datu Botto hijrah ke Batu Pute (Soppeng Riaja Kabupaten Barru). Di tempat itu beliau melanjutkan pemerintahan yang diwariskan oleh ibunda beliau Patimang Dg. Baji, Arung Batu Pute.
Selain pernikahannya dengan I Tungke, Datu Mario Riwawo beliau juga menikahi Mattingara, Arung Palanro, Arung Guru Sidenreng dan I Makkawaru. Selain itu beliau masih memiliki istri yang lain dan memiliki putera dari pernikahannya itu.

C. Masa Pemerintahan La Wana,Datu Botto di Batu Pute Soppeng Riaja
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa alasan beliau meninggalkan Kerajaan Botto dan hijrah ke Pabbiring (istilah Soppeng) artinya Pesisir pantai barat ke Kerajaan Batu Pute yang sekarang dikenal dengan nama Desa Batu Pute Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru adalah :
1. Karena beliau tidak setuju dengan peperangan dan tidak sampai hati melibatkan rakyatnya dalam peperangan tersebut.
2. Karena putra beliau Walinono, Datu Botto sudah cukup umur dan sudah pantas meneruskan pemerintahan di Kerajaan Botto.
3. Beliau meneruskan pemerintahan di Kerajaan Batu Pute yang diwariskan oleh Ibundanya Patimang Dg. Baji, Arung Batu Pute.
Dalam masa pemerintahannya di Kerajaan Batu Pute, beliau juga membantu istrinya Mattingara, Arung Guru Sidenreng melaksanakan pemerintahan di Kerajaan Palanro dan Sidenreng. Beliau memerintah di Kerajaan Batu Pute dari tahun 1840 M hingga akhir hayatnya dengan aman dan damai.
Dari perkawinannya dengan Mattingara, Arung Guru Sidenreng, dikaruniai tiga orang putra yaitu :
1. Parellei Petta Leppanae, Arung Palanro, Petta Manyoroe (Petta dengan pangkat Mayor).
2. Ippung, Arung Guru Sidenreng.
3. Uneng.

BAB III
HUBUNGAN DENGAN KERAJAAN-KERAJAAN SEKITARNYA
A. Luwu
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa La Wana, Datu Botto adalah cicit dari Pajung Tenri Leleang, Pajung Luwu XXI / XXIII, jadi sudah jelas bahwa La Wana, Datu Botto adalah keturunan langsung dari Pajung Luwu, darah yang mengalir di tubuhnya adalah darah Luwu yang berasal dari nenek buyutnya.
B. Soppeng
Dari kakek buyutnya Mallarangeng, Datu Lompulle, Datu Marioriawa juga mengalir darah Soppeng. Jadi hubungannya dengan kerajaan Soppeng sangat kental apalagi beliau memerintah di Kerajaan Botto, Soppeng dan beliaupun mempunyai keturunan di Kerajaan tersebut yang menjadi penerus pemerintahannya bahkan sampai sekarang tidak bisa dipungkiri bahwa keturunan beliau banyak memegang jabatan penting di daerah Soppeng.
C. Wajo
Dalam sejarah Wajo, salah satu cucu dari La Wana, Datu Botto yang terkenal ialah La Tenri O’dang, Datu Larompong, Arung Peniki yang dilantik menjadi Arung Matoa Wajo pada tanggal 22 Desember 1926, beliau adalah putra Walinono, Datu Botto dengan istrinya Imappanyiwi, Datu Watu, Patola Wajo. Beliau menata kota Sengkang dan menata tatanan pemerintahan di daerah tersebut, beliau memangku jabatan hingga akhir hayatnya, beliau wafat pada tanggal 14 Januari 1933. Selanjutnya beliau digantikan oleh H. Andi Mangkona, Datu Marioriwawo, putra Lawawo,datu Botto, yang juga putra Walinono,Datu Botto, dengan kata lain Beliau adalah cicit dari La Wana, Datu Botto. Masa jabatan beliau sebagai Arung Matoa Wajo sejak dilantik, tanggal 23 April 1933 dan berhenti dengan hormat dari jabatannya pada tanggal 21 November 1949. Dari uraian tersebut jelaslah bahwa hubungan La Wana, Datu Botto dengan Kerajaan Wajo begitu erat.
D. Batu Pute (Soppeng Riaja), Palanro dan Sidenreng
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa beliau adalah putra dari Arung Batu Pute, Patimang Dg. Baji sehingga dia berhak meneruskan pemerintahan di Batu Pute. Selain itu karena beliau menikahi Mattingara, Arung Palanro sekaligus Arung Guru Sidenreng maka beliau turut membantu istrinya melaksanakan pemerintahan di Kerajaan tersebut. Dan kemudian diwariskan kepada putra-putra beliau yakni ; Parellei Petta Leppanae, Arung Palanro, Petta Manyoroe mewarisi Kerajaan Palanro dan memerintah di kerajaan tersebut; Ippung, Arung Guru Sidenreng, sesuai dengan gelarnya melanjutkan pemerintahan di Kerajaan Sidenreng.
Ketika beliau mangkat, mendapat gelar Anumerta “La Wana, Datu Botto Matinroe ri Sogae”. Sogae adalah sebuah perbukitan di sebelah timur dusun Batu Pute sekarang, di tempat itulah beliau dimakamkan. Konon sejak itu, nama Soppeng Riaja / Soppeng Orai yang berarti Soppeng Bagian Barat mulai dikenal.


BAB IV
KESIMPULAN

1. La Wana, Datu Botto adalah cicit dari Tenri Leleang, Pajung Luwu XXI / XXIII, hasil perkawinannya dengan Mallarangeng, Datu Lampulle, Datu Marioriawa.
2. La Wana, Datu Botto hijrah ke Batu Pute untuk menghindari peperangan yang hanya menjadikan rakyatnya menjadi korban. Selain itu beliau hijrah untuk melanjutkan pemerintahan di Kerajaan Batu Pute yang diwariskan oleh Ibundanya Patimang Dg. Baji, Arung Batu Pute.
3. Kerajaan Botto yang ditinggalkan beliau diwariskan kepada putranya Walinono, Datu Botto, Selain itu masih ada putra beliau yang memegang tampuk pemerintahan di Soppeng yaitu, Abdul Gani Baso Batu Pute, Datu Soppeng XXXIV dan Tenrileleang Besse Mario,Arung Akkampeng.
4. Beliau memerintah di Kerajaan Batu Pute dan juga membantu istrinya Mattingara, Arung Palanro, Arung Guru Sidenreng di Kerajaan Palanro dan Sidenreng dengan aman dan damai sepanjang kekuasaannya.
5. Nama Soppeng Riaja mulai dikenal semasa pemerintahan beliau di Kerajaan Batu Pute.
6. Beliau dikaruniai beberapa putra dari perkawinannya dengan beberapa orang istri dan dari putra beliau beberapa diantaranya mewarisi pemerintahan di Kerajaan Botto ( Soppeng ), Palanro dan Sidenreng. Dan hingga kini keturunan Beliau banyak memegang jabatan penting di berbagai daerah khususnya, di Sulawesi Selatan.
7. Beliau mangkat di Batu Pute dan dimakamkan di Sogae yang merupakan daerah perbukitan sebelah timur Dusun Batu Pute, Desa Batu Pute sekarang dan beliau mendapat gelar Anumerta “La Wana, Datu Botto Matinroe ri Sogae”. Di Kompleks Makam tersebut juga dimakamkan keluarga serta pengikut ( Joa ) beliau.


DAFTAR PUSTAKA

Sumber Arsip
 Silsilah A. Pabeangi (Datu Marioriwawo) / A.Nurul Maramat
Buku
M.D, Sagimun, . Sultan Hasanuddin Ayam Jantan Dari Timur, Jakarta : Balai Pustaka.
-----------, 2009. Kerajaan Nepo di Sulawesi Selatan : Sebuah Kearifan Lokal dalam Sistim Politik Tradisional di Tanah Bugis. Ringkasan Hasil Penelitian. Makassar : Kerjasama Pusat Kajian Multikultural dan Pengembangan Regional Universitas Hasanuddin dengan Dinas Komunikasi Informasi Kebudayaan Pariwisata Kabupaten Barru.
Palisuri,H. Udhin, 2003. Menyulam Benang Sejarah Tanah Wajo Kutai Kertanegara.Wajo: Kantor Pariwisata Kabupaten Wajo
Narasumber
1. Andi Naki dan Tassakka (Cucu dan Menantu La Wana Datu Botto)
2. Andi Munaham Hamid (Cicit La Wana Datu Botto)
3. Mahmud Andi Naki (Mantan Penilik Kebudayaan Kecamatan Mallusetasi – Cicit La Wana Datu Botto)
4. Keturunan La Wana Datu Botto yang tersebar di berbagai daerah di Sulawesi Selatan.




Di kutip dari tulisan MUHAMMAD ASDAR